PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas Dosen
mata kuliah Pengantar Binis yaitu “Pengelolaan Sumber Daya Manusia”
Era globalisasi adalah era yang
sedang dihadapi oleh setiap bangsa pada saat ini dan merupakan era di mana
dunia menjadi terbuka dan ini menuntut kesiapan sumber daya manusia untuk
semakin sadar akan adanya keterbukaan juga menuntut kesadaran akan hak dan
kewajibannya sebagai insan berbudaya. Pengaruh budaya global tersebut secara
disadari maupun tidak, pada suatu saat akan sampai kepada setiap bangsa di
dunia, tidak terkecuali bangsa Indonesia. Oleh karenanya, apapun unsur yang
terkandung di dalam era global tersebut menuntut kesiapan suatu bangsa dalam
menghadapinya, khususnya kesiapan sumber daya
manusianya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia?
2. Bagaimana
sejarah Perkembangan Manajemen Sumber Daya Manusia?
3. Bagaimana
pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia?
4. Bagaimana
proses tahapan Manajemen Sumber Daya Manusia?
5. Bagaimana
peran dan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
2. Mengetahui
pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia
3. Mengetahui
proses tahapan Manajemen Sumber Daya Manusia
4. Mengetahui
peran dan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Tinjauan Mengenai Pengelolaan Sumber Daya
Manusia
1. Konsep Pengelolaan Sumber Daya
Manusia
Pengelolaan sumber daya manusia
dalam istilah lain sering disebut:“personal management”resources
administration”Beberapa istilah tersebut dalam bidang pendidikan merupakan
salah satu substansi dari manajemen pendidikan. Untuk memperjelas konsep
pengelolaan sumber daya manusia, perlu kiranya penulis menampilkan beberapa
pandangan dari para pakar sebagai berikut.
Edwin B. Flippo (1984)
menyatakan bahwa pengelolaan sumber
daya manusia merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian dari pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi,
pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan
atau sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat.
2. Fungsi Pengelolaan Sumber Daya Manusia.
Pengelolaan sumber daya manusia pada
dasarnya merupakan deskripsi dari administrasi atau manajemen pendidikan dengan
proses administrasi atau manajemen pendidikan yang didesain untuk saling
berkaitan antara tujuan individu maupun organisasi. Menurut Castetter
(1981:3)proses administrasi atau manajemen tersebut meliputi planning,
recruitment, selection, induction, appraisal, development, compensation,
bargaining, security, continuity, and information. Sedangkan Randall (1987:29)
fungsi-fungsi tersebut ke dalam proses sumber daya manusia yang meliputi
training”.manusia di atas dapat dipahami bahwa suatu pengelolaan sumber daya
manusia merupakan suatu proses yang berhubungan dengan
emplementasi indikator fungsi-fungsi
pengelolaan atau manajemen yang berperan penting dan efektif dalam menunjang
tercapainya tujuan individu, lembaga, maupun organisasi atau perusahaan.Bagi
suatu organisasi, pengelolaan sumber daya manusia
menyangkut keseluruhan urusan
organisasi dan tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu seluruh komponen atau
unsur yang ada di memfokuskan pada perencanaan yang menyangkut penyusunan
staff, penetapan program latihan jabatan dan lain sebagainya. Hal ini perlu
dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan jangka pendek dan jangka panjang
dari suatu organisasi tersebut, khususnya yang
menyangkut kesiapan sumber daya
manusianya. Alasan lainnya adalah bahwa suatu pengelolaan
sumber daya manusia dalam suatu organisasi tidak dapat terlepas dari lingkungan
internal maupun eksternal, yang pada suatu saat akan dapat mempengaruhi
keberadaan organisasi tersebut
Perusahaan
keluarga sejatinya adalah pertemuan antara dua institusi sosial, yakni
institusi bisnis dan keluarga. Keduanya memiliki nilai-nilai dan tujuan yang
bertolak belakang. Hubungan dalam bisnis bersifat rasional, sementara dalam
keluarga bersifat emosional. Keanggotaan keluarga berdasarkan pada faktor
keturunan dan berlangsung nyaris tanpa batas waktu. Sementara keanggotaan dalam
bisnis didasarkan pada kompetensi dan hanya berlangsung dalam jangka waktu
tertentu. Fungsi utama keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan serta
menumbuhkan rasa kepedulian dan kasih sayang bagi para anggotanya. Sementara
fungsi utama dari bisnis adalah untuk menghasilkan produk serta keuntungan
finansial melalui struktur, sistem, dan proses yang terencana dan terorganisir.
Kontradiksi nilai-nilai dan tujuan dari keluarga dan bisnis ini sering
mempengaruhi efektifitas pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dalam perusahaan
keluarga.
Seperti
diketahui, perencanaan SDM dalam sebuah perusahaan mencakup kebijakan seperti
rekrutmen dan seleksi, kompensasi, penilaian kinerja, pengembangan karir, serta
pelatihan dan pengembangan. Namun dalam perusahaan keluarga, faktor hubungan
emosional keluarga acapkali berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan tersebut.
Akibatnya praktek nepotisme tumbuh subur.
Dalam hal rekrutmen dan seleksi, seringkali anggota keluarga merasa berhak untuk menjadi bagian dari perusahaan. Dengan alasan sulitnya mendapat pekerjaan, mereka meminta pekerjaan dalam perusahaan tanpa mempertimbangkan kompetensi yang dimiliki dengan alasan prinsip-prinsip keluarga yang mengharuskan anggota keluarga untuk saling membantu tanpa syarat. Padahal demi kemajuan perusahaan, jelas diperlukan individu-individu yamg mumpuni, yang untuk memenuhinya seringkali harus direkrut dari luar perusahaan keluarga. Perekrutan individu-individu yang tidak kompeten dalam jumlah terlalu banyak ini tentu saja akan mengancam kinerja dan bahkan eksistensi perusahaan.
Kompensasi yang diberikan pada anggota keluarga sering didasarkan pada prinsip dan kriteria yang mencampuradukkan urusan keluarga dan bisnis. Kondisi menjadi lebih buruk manakala kompensasi yang diberikan tidak seimbang dengan kontribusi yang dituntut. Akan muncul rasa ketidakadilan, yang pada gilirannya bakal merusak salah satu pilar budaya perusahaan, yaitu perlunya kepercayaan. Rendahnya kepercayaan akan mempengaruhi iklim perusahaan, mempengaruhi kepuasan kerja, motivasi, dan kinerja.
Dalam hal penilaian kinerja, perusahaan keluarga acapkali mengalami kesulitan tatkala mereka mencoba mengevaluasi anggota-anggota keluarga dekat yang bekerja dalam perusahaan. Konsep penilaian kinerja dalam konteks institusi keluarga sungguh absurd. Status seorang individu dalam sebuah keluarga ditentukan oleh siapa dia ketimbang apa yang telah ia lakukan. Sementara penilaian kinerja dalam institusi bisnis ditentukan oleh sejauh mana kontribusi seorang karyawan bagi kemajuan perusahaan. Bila seorang pemimpin atau pendiri perusahaan keluarga harus menilai kinerja anggota keluarganya, hasil penilaian berpotensi mengalami bias. Kesulitan pendiri dalam membuat penilaian semacam ini diperburuk oleh masalah informasi. Masalah akan muncul manakala karyawan non-keluarga menutup-nutupi ketidakkompetenan anggota keluarga, umpamanya demi mengamankan posisi atau pekerjaannya.
Pemimpin perusahaan keluarga juga acap menemui kesulitan dalam menentukan pelatihan dan pengembangan bagi anggota keluarga dalam hal memisahkan kepentingan individu dan kepentingan bisnis. Dari sudut pandang keluarga, pelatihan terhadap anggota keluarga harus berfokus pada apa yang terbaik bagi anggota keluarga tersebut secara individu, lepas dari kebutuhan perusahaan. Sementara dari sudut pandang perusahaan, pelatihan harus menekankan pada pengalaman pembelajaran yang akan meningkatkan kemampuan individu untuk mencapai tujuan organisasi. Sering terjadi, kebutuhan pelatihan dan pengembangan individu anggota keluarga tidak selaras dengan kebutuhan pelatihan dan pengembangan organisasi. Akibatnya, sumber daya menjadi terbuang sia-sia, sementara kinerja perusahaan tidak mengalami perubahan berarti.
Buruknya manajemen SDM dalam perusahaan keluarga sudah tentu menimbulkan dampak negatif seperti pecahnya konflik, situasi kerja yang tidak kondusif, berkembangnya aneka intrik, dan tingginya tingkat perputaran karyawan. Kesemuanya bakal berujung pada buruknya kinerja perusahaan.
Lantas usaha-usaha apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah di atas? Ada sejumlah hal yang dapat dilakukan. Dalam hal seleksi anggota keluarga yang akan bekerja dalam perusahaan, pemimpin perusahaan keluarga hendaknya hanya menerima mereka berdasarkan prinsip-prinsip bisnis semata. Hanya anggota keluarga yang memiliki kompetensi yang relevan yang akan diterima bekerja dalam perusahaan.
Kompensasi bagi anggota keluarga yang juga harus lebih didasarkan pada nilai-nilai bisnis ketimbang nilai-nilai keluarga. Yang perlu ditekankan, tidak ada formula kompensasi tunggal untuk setiap perusahaan keluarga. Setiap perusahaan harus mendesain sendiri sistem kompensasinya untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan perusahaan dan keluarga dalam pengertian yang luas.
Dalam menilai kinerja, anggota keluarga yang bekerja di perusahaan harus dievaluasi berdasarkan pada profesionalisme, seperti halnya karyawan non keluarga. Untuk mengatasi potensi konflik akibat benturan antara nilai-nilai keluarga dan nilai-nilai bisnis, penilaian terhadap kinerja anggota keluarga harus mencakup opini dari para bawahan, rekan kerja, dan atasan. Profesional non keluarga juga harus diberi peluang serta kebebasan penuh dalam menilai kinerja anggota keluarga. Hal ini untuk menghindari bias akibat penilaian yang hanya dilakukan oleh pemilik atau pemimpin perusahaan keluarga.
Adalah penting untuk membuat perencanaan bagi pengembangan karir anggota keluarga dalam perusahaan. Jalur karir bagi anggota keluarga harus disesuaikan dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Setiap anggota keluarga yang bekerja di perusahaan yang minat dan kebutuhannya tidak sesuai dengan tujuan perusahaan harus mempertimbangkan kembali status kekaryawanannya di perusahaan. Namun mereka dapat diberi kesempatan untuk memperoleh status kepemilikan, mengklaim bagian aset keluarga untuk diinvestasikan guna mengejar tujuan profesional mereka di luar perusahaan. Besarnya kepemilikan terhadap aset keluarga ini ditentukan berdasarkan nilai-nilai keluarga.
Dalam hal rekrutmen dan seleksi, seringkali anggota keluarga merasa berhak untuk menjadi bagian dari perusahaan. Dengan alasan sulitnya mendapat pekerjaan, mereka meminta pekerjaan dalam perusahaan tanpa mempertimbangkan kompetensi yang dimiliki dengan alasan prinsip-prinsip keluarga yang mengharuskan anggota keluarga untuk saling membantu tanpa syarat. Padahal demi kemajuan perusahaan, jelas diperlukan individu-individu yamg mumpuni, yang untuk memenuhinya seringkali harus direkrut dari luar perusahaan keluarga. Perekrutan individu-individu yang tidak kompeten dalam jumlah terlalu banyak ini tentu saja akan mengancam kinerja dan bahkan eksistensi perusahaan.
Kompensasi yang diberikan pada anggota keluarga sering didasarkan pada prinsip dan kriteria yang mencampuradukkan urusan keluarga dan bisnis. Kondisi menjadi lebih buruk manakala kompensasi yang diberikan tidak seimbang dengan kontribusi yang dituntut. Akan muncul rasa ketidakadilan, yang pada gilirannya bakal merusak salah satu pilar budaya perusahaan, yaitu perlunya kepercayaan. Rendahnya kepercayaan akan mempengaruhi iklim perusahaan, mempengaruhi kepuasan kerja, motivasi, dan kinerja.
Dalam hal penilaian kinerja, perusahaan keluarga acapkali mengalami kesulitan tatkala mereka mencoba mengevaluasi anggota-anggota keluarga dekat yang bekerja dalam perusahaan. Konsep penilaian kinerja dalam konteks institusi keluarga sungguh absurd. Status seorang individu dalam sebuah keluarga ditentukan oleh siapa dia ketimbang apa yang telah ia lakukan. Sementara penilaian kinerja dalam institusi bisnis ditentukan oleh sejauh mana kontribusi seorang karyawan bagi kemajuan perusahaan. Bila seorang pemimpin atau pendiri perusahaan keluarga harus menilai kinerja anggota keluarganya, hasil penilaian berpotensi mengalami bias. Kesulitan pendiri dalam membuat penilaian semacam ini diperburuk oleh masalah informasi. Masalah akan muncul manakala karyawan non-keluarga menutup-nutupi ketidakkompetenan anggota keluarga, umpamanya demi mengamankan posisi atau pekerjaannya.
Pemimpin perusahaan keluarga juga acap menemui kesulitan dalam menentukan pelatihan dan pengembangan bagi anggota keluarga dalam hal memisahkan kepentingan individu dan kepentingan bisnis. Dari sudut pandang keluarga, pelatihan terhadap anggota keluarga harus berfokus pada apa yang terbaik bagi anggota keluarga tersebut secara individu, lepas dari kebutuhan perusahaan. Sementara dari sudut pandang perusahaan, pelatihan harus menekankan pada pengalaman pembelajaran yang akan meningkatkan kemampuan individu untuk mencapai tujuan organisasi. Sering terjadi, kebutuhan pelatihan dan pengembangan individu anggota keluarga tidak selaras dengan kebutuhan pelatihan dan pengembangan organisasi. Akibatnya, sumber daya menjadi terbuang sia-sia, sementara kinerja perusahaan tidak mengalami perubahan berarti.
Buruknya manajemen SDM dalam perusahaan keluarga sudah tentu menimbulkan dampak negatif seperti pecahnya konflik, situasi kerja yang tidak kondusif, berkembangnya aneka intrik, dan tingginya tingkat perputaran karyawan. Kesemuanya bakal berujung pada buruknya kinerja perusahaan.
Lantas usaha-usaha apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah di atas? Ada sejumlah hal yang dapat dilakukan. Dalam hal seleksi anggota keluarga yang akan bekerja dalam perusahaan, pemimpin perusahaan keluarga hendaknya hanya menerima mereka berdasarkan prinsip-prinsip bisnis semata. Hanya anggota keluarga yang memiliki kompetensi yang relevan yang akan diterima bekerja dalam perusahaan.
Kompensasi bagi anggota keluarga yang juga harus lebih didasarkan pada nilai-nilai bisnis ketimbang nilai-nilai keluarga. Yang perlu ditekankan, tidak ada formula kompensasi tunggal untuk setiap perusahaan keluarga. Setiap perusahaan harus mendesain sendiri sistem kompensasinya untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan perusahaan dan keluarga dalam pengertian yang luas.
Dalam menilai kinerja, anggota keluarga yang bekerja di perusahaan harus dievaluasi berdasarkan pada profesionalisme, seperti halnya karyawan non keluarga. Untuk mengatasi potensi konflik akibat benturan antara nilai-nilai keluarga dan nilai-nilai bisnis, penilaian terhadap kinerja anggota keluarga harus mencakup opini dari para bawahan, rekan kerja, dan atasan. Profesional non keluarga juga harus diberi peluang serta kebebasan penuh dalam menilai kinerja anggota keluarga. Hal ini untuk menghindari bias akibat penilaian yang hanya dilakukan oleh pemilik atau pemimpin perusahaan keluarga.
Adalah penting untuk membuat perencanaan bagi pengembangan karir anggota keluarga dalam perusahaan. Jalur karir bagi anggota keluarga harus disesuaikan dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Setiap anggota keluarga yang bekerja di perusahaan yang minat dan kebutuhannya tidak sesuai dengan tujuan perusahaan harus mempertimbangkan kembali status kekaryawanannya di perusahaan. Namun mereka dapat diberi kesempatan untuk memperoleh status kepemilikan, mengklaim bagian aset keluarga untuk diinvestasikan guna mengejar tujuan profesional mereka di luar perusahaan. Besarnya kepemilikan terhadap aset keluarga ini ditentukan berdasarkan nilai-nilai keluarga.
Banyak yang berfikir perusahaan akan bisa melejit dengan
kencang dengan keuntungan sebesar besarnya, tapi taukah anada dibalik itu semua
kita membutuhkan managemen yang tidak muadah terlebih managemen pengelolaan
karyawan ,
Berikut adalah trik pengelolaan sumber daya manusia sebagai
karyawan perusahaan kita :
1. Visi dan misi
Dengan visi dan misi yang jelas akan
mempermudah dalam pehaman dan adaptasi seorang karyawan dalam perusahaan kita,
karena karyawan terutama karyawan baru kita adalah seornag yang baru dalam
ruang lingkup perusaan kita
2. System gaji
Kita bisa membuat jenjang gaji yang
relefan denagn system karyawan terlama dan jabatan tertinggi mendapat gaji
tertinggi dan karyawan baru denagan jabatan terendah mendapat gaji terendah
3. SOP
Dengan adanya SOP membuat
karyawan teritama karyawan baru bisa lebih paham mana peraturan yang tidak
boleh dilanggar dan mana sebuah peraturan yang merupakan keharusan dan
kewajiban
4. Penghargaan dan hukuman
Agar terhindar dari rasa iri maka
sitem ini layak diberlakuakn sipaya karyawan berkinerja baik memperoleh
penghargaan dan karyawan berelektabilitas rendah mendapat haukuman
5. Kesejahteraan
Ini bisa sebagai simultan untuk
memacu karyawan kita bisa lebih baik lagi dalam kinerjanya.
6. Regenerasi
System ini layak diperhitungkan agar
perusahaan kita punya generasi penerus yang mumpuni dan puny aide ide segar
yang membwa dampak positif pada perusahaaan kita
7. Struktur organisasi
Perlu diprhitungkan untuk membuat
stuktur organisasi perusahaan agar terhindar dari tumpang tindih pekerjaan. Lebih
lanjut Menurut (Sondang P. Siagian, 1999:133) menjelaskan bahwa langkah-langkah
dalam proses seleksi minimal ada delapan langkah, yaitu:
a. penerimaan surat lamaran,
b. penyelenggaraan ujian,
c. wawancara seleksi,
d. pengecekan latar belakang pelamar
dan surat-surat
referensinya,
e. evaluasi kesehatan,
f. wawancara oleh manajer yang akan
menjadi atasan
langsungnya,
g. pengenalan pekerjaan
h. keputusan atas lamaran.
Sedangkan tentang isi
langkah-langkah seleksi, menurut yang
didasarkan pada hasil riset tentang
reaksi pelamar dalam prosedur
seleksi menunjukkan bahwa pelamar
lebih menyukai proses yang
melibatkan mereka dalam kegiatan
yang benar-benar berkaitan
dengan lowongan pekerjaan. Bagi
pelamar, simulasi dan contoh kerja
biasanya dianggap lebih relevan
daripada tes kognitif tertulis dan
analisis tulisan tangan misalnya,
dan mungkin karena alasan ini,
pelamar menganggap cara seperti itu
lebih adil. Pelamar mungkin
bereaksi negatif terhadap wawancara
yang dilakukan secara buruk.
Pertanyaan diskriminatif atau
menyerang jelas menimbulkan kesan
negatif. Demikian juga pertanyaan
dangkal dan tak berkaitan dengan
masalahnya.
Untuk itulah dalam upaya mendapatkan
berbagai informasi
untuk meramalkan performasi,
organisasi seharusnya mengupayakan
berbagai alat seleksi dari yang
biasa dipakai dan yang tidak biasa
dipakai
Dalam hal ini menurut
Umi Sukamti (1989:164) ada empat standar
yang dapat digunakan organisasi dalam proses seleksi, yaitu:
(a) relevansi, yaitu sejauhmana
alat seleksi dapat mencerminkan
sampel yang representatif dari
pekerjaan;
(b) reliabilitas, yaitu
sejauhmana suatu alat seleksi memberikan hasil yang sama apabila dipakai dalam
waktu yang tidak sama atau oleh orang yang berbeda;
(c) validitas, yaitu hubungan
statis antara skor-skor pada alat seleksi
dengan kriteria atau ukuran performasi
pekerjaan;
(d) factor keadilan yaitu setiap alat seleksi
harus dinilai standar keadilannya yang mana kecenderungan alat ini
memperlakukan dan memberi kesempatan sama kepada semua pelamar untuk mendapatkan pekerjaan.
Dari berbagai penjelasan dan konsep mengenai seleksi tersebut,
apabila dilakukan dengan prosedur
yang benar dan didukung dengan
sumber daya manusia yang dibutuhkan
oleh setiap organisasi akan
dapat terpenuhi. Karena prosedur
yang benar dalam melakukan
seleksi ini akan mempunyai dampak
positif bukan saja bagi
perusahaan tetapi juga bagi para
pelamar pekerjaan yang diseleksi.
Bagi perusahaan keuntungan yang
dapat diperoleh adalah mudah
Sedangkan keuntungan bagi para
pelamar adalah dapat merasa
puas dan tidak menimbulkan
kecurigaan-kecurigaan dalam proses
seleksi. Pelamar akan merasakan
adanya sikap dan tindakan yang
fair dari perusahaan atau organisasi
penyelenggara seleksi, sehingga
apabila pelamar mengalami kegagalan
dalam seleksi, mereka akan
dapat merasakan “kepuasan” atau
paling tidak dapat mengadakan
introspeksi diri bahwa mereka belum
dapat memenuhi standar yang
ditentukan oleh perusahaan atau
organisasi untuk bekerja.
Seangkan bagi para pelamar yang
dapat lolos dalam seleksi,
tentunya mereka diharapkan dapat
bekerja sesuai dengan
menampilkan seluruh potensi yang dimilikinya,
baik itu berupa
pengetahuan, kemampuan, ketrampilan,
minat, kesukaan, dan
kepribadiannya bagi kepentingan dan
tujuan perusahaan atau
organisasi tempat mereka bekerja.
Kesimpulan
Setelah mencermati latar belakang
permasalahan dan
pembahasan mengenai pengelolaan
sumber daya manusia,
khususnya yang berkenaan dengan
aspek rekrutmen dan seleksi,
maka penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan:
1. Pengelolaan sumber daya manusia
adalah merupakan aspek
yang
sangat penting dalam proses pendidikan secara umum.
Oleh
karena itu fungsi-fungsi dalam pengelolaan sumber
daya
manusia harus dilaksanakan secara optimal sehingga
kebutuhan
yang menyangkut tujuan individu, perusahaan,
organisasi
ataupun kelembagaan dapat tercapai. Disamping itu
dengan
prosedur pengelolaan sumber daya manusia yang baik
diharapkan
kekurangan dan problem yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia,
yaitu yang terkait dengan kemampuan daya saing
dapat
teratasi.
2. Rekrutmen yang merupakan upaya untuk
menghasilkan suatu
pool
pelamar kerja untuk ditempatkan pada posisi pekerjaan
yang
lowong diperoleh melalui sumber eksternal maupun internal.
Rekrutmen
harus diupayakan untuk dapat memenuhi kebutuhan
perusahaan,
individu pelamar dan masyarakat. Kebutuhan
individu
dalam rekrutmen ini mempunyai dua aspek, yaitu
menarik
calon pelamar dan mempertahankan karyawan yang
diinginkan.
Untuk melakukan rekrutmen hendaknya perusahaan
benar-benar
mempertimbangkan pelamar yang benar-benar
memiliki
potensi yang unggul dan memenuhi persyaratan serta
harus
disesuaikan dengan jumlah yang diperlukan sehingga orang
yang
terpilih benar-benar sesuai dengan pekerjaanya.
Penutup
Demikian
artikel yang saya buat mengenai Perusahaan Bisnis, tentunya masih banyak kekurangan
dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Saya
harap para pembaca mau memberikan kritik dan saran yang membangun kepada saya
demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi seluruh pembacanya.
Daftar
Pustaka
Siagian, Sondang P. (1999). Manajemen
Sumber Daya Manusia.Jakarta: Bumi Aksara